Hari
itu saya sengaja pergi ke Cianjur (dari Sukabumi), salah satu alasannya untuk mengikuti
suatu acara, berkumpul bersama para anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Cianjur di
Mesjid Agung Cianjur. Sudah sejak awal saya beranggapan, sepertinya kebanyakan
anggotanya adalah Rohis (Rohanian Islam) karena sering kumpulnya di mesjid, dan
ternyata memang betul. Kesan pertama saya bertemu teman-teman di FLP ini,
mereka hampir semua mengenakan pakaian tertutup, berhijab panjang (wanita).
Begitupun anggota laki-lakinya, berdandan sopan dan rapi. Terlihat sekali
mereka adalah teman yang baik, yang bisa membawa ke kebaikan atau pengaruh
positif. Saya begitu senang. Rasanya, ini memang lingkungan yang begitu baik
dan cocok untuk membangun kepribadian baik saya. Siapa tahu bisa kebawa baik
dan shalehanya juga. Hihi. Berharap sekali.
Sebetulnya ini
kali pertama saya mengikutinya, karena diperbolehkan oleh ketua dari forum ini
yang baru saja saya kenal di SMS. Sebelumnya saya memang memohon agar bisa
mengikuti diskusi dan praktik menulis yang rutin dilaksanakan setiap akhir
pekan―di
hari minggu pukul satu siang ini. Niatnya, sekalian mau ketemu langsung dengan
Bu Ketua dan berkenalan dengan teman (baru) lainnya juga.
Nah,
setelah berkenalan dengan semua anggota yang hadir saat itu, kamipun memulai
diskusi. Mereka memang menekankan kita untuk terus membaca dan menulis (apapun
itu). Maka saat saya mengisi absenpun, di sana sudah tertera kolom yang harus
diisi diantaranya; nama, nomor HP, alamat, datang pukul berapa, buku yang telah
dibaca selama seminggu terakhir, dan sudah membuat karya apa selama seminggu
itu.
Saya
cukup kaget juga, karena baru tahu akan ada pendataan (cukup) lengkap ini
sebelum dimulainya diskusi. Untunglah, sebelumnya saya memang sedang senang
membaca, karena kebetulan juga saya punya buku yang belum sempat selesai
dibaca, juga memang ada yang sengaja saya baca ulang (untuk kesekian kalinya)
karena menurut saya menarik dan butuh pemahaman lebih dalam lagi.
Lalu
saya tulislah dua judul buku yang saya baca belakangan ini di salah satu kolom;
Sinergi Tiga Otak dan Reporter and the City. Sedang untuk kolom karya yang pernah dibuat,
saya malah tidak mengisinya. Padahal kenapa tidak saya isi saja dengan; puisi?
Saya malah kelupaan. -______-
Setelah
itu dimulailah kegiatan kami dengan pembacaan salah satu ayat Al-Quran oleh
ketua
forum. Beberapa menit berlalu, maka diskusi dan praktik menulis minggu ini
diberitahukan bertema “Tiga Hal Unik yang Dapat Dibalikkan” (yang akan ditulis
di tulisan berikutnya).
Kami
diminta menuliskan tiga hal (berbentuk kalimat) yang dapat dibalik yang dapat
kita temui di kehidupan sehari-hari. Salah seorang diantara mereka memberikan
contoh satu cerita logis yang sudah lumrah di masyarakat dan hal tersebut dapat
dibalik―dengan masih bersifat logis.
Mulailah
kami sibuk berpikir, bahkan beberapa di antara kami berusaha mencari tempat
senyaman mungkin (masih di sekitaran kami), dan duduk dengan posisi seenak
mungkin, yang diharapkan dapat membantu lebih cepatnya Si Ide datang. Semua
orang terlihat sibuk dengan pikirannya masing-masing, termasuk saya.
Saya
hanya memikirkan hal-hal atau kejadian sederhana yang biasa terjadi di sekitar
namun jarang diexpose. Tentunya
mendapat tepuk tangan dari teman-teman di tempat itu sesaat setelah saya
membacakan apa yang telah saya tulis di buku catatan. Berbeda dengan salah
seorang dari kami, dia menceritakan (maaf) hal yang kurang logis dan lebih
kepada cerita khayalan. Tapi walau begitu, kami tetap menghargainya.
Asalasannya mungkin kalau menurut saya karena dia kurang fokus mendengar contoh
cerita ‘logis’ itu, sebab memang dia sedari tadi terlihat asyik memaikan netbooknya, entah sedang apa. Mungkin
sedang membuat sebuah tulisan tentang hari itu.
Selain
itu juga kami berdiskusi tentang apa itu kreativitas dan inovasi. Begitu banyak
pendapat dari tiap orangnya. Amat sangat bisa dirangkum, lalu dibuat artikel
dan sejenisnya.
Saya
sempat mengobrol dengan seorang lelaki yang duduk di sebelah saya waktu itu.
Dia melihat kertas absen, dan saya kira dia menyadari kalau saya bukan orang
asli sini. Dia lalu bertanya dan mengajak berdiskusi (sedikit) tentang sastra,
termasuk tentang sastrawan yang ada di Sukabumi. Ya, dia menanyakan itu dan
saya lupa siapa. Padahal sebelumnya, di kampus pernah menemukan nama seorang
sastrawan yang berasal dari Sukabumi di buku Sejarah Sastra (kalau tidak salah).
Duh.
Setelah
hampir selesai mengobrol, di akhir obrolan, saya menanyakan dia kuliah di mana.
Karena tadi saya lupa menanyakannya, sedang dia sudah tahu kalau saya kuliah di
salah satu universitas di Cianjur. Lalu dia menjawab “Masih sekolah teh, di
SMK.” Begitu katanya. Saya cukup kaget serta kagum. Saya mengira bahwa dia
sedang kuliah juga, tapi ternyata belum. Pengetahuannya begitu luas (untuk
ukuran anak sekolah). Saya yakin sekali dia rajin membaca buku-buku tentang
sastra, atau mencari-cari tahu dari sumber lain juga. Karena sempat juga dia
menanyakan salah seorang (yang cukup berpengaruh di kampus), kenal atau tidak,
katanya. Mungkin dia temannya, atau pernah belajar darinya. Mungkin.
Diskusi
ditutup dengan ketuanya memberi pesan terlebih dahulu. “Tolong kembangkan lagi
apa yang kita pelajari dan praktikkan hari ini, ya?” Aku mengangguk seraya
tersenyum penuh semangat saat itu. Teman-teman yang lainpun sama, tampak
menyetujui walau punya reaksi-reaksi tersendiri setiap orangnya.
Sepulang
dari sana saya dibuat begitu senang dan bahagia bisa berkumpul bersama
teman-teman yang sehobi. Saya berharap, mereka dapat menjadi moodbooster saya agar terus dan terus
menulis, juga tak lupa membaca karya-karya orang lain sebagai bekal juga untuk
mengikuti jejak hebat mereka.